Lagi-lagi kaidah 6 bulan terjadi lagi, menurut perhitungan kasarku ia memang datang 2 kali setahun. Selalu saja menganggu hariku yang cerah ceria, baik di negeri sendiri ataupun disini, sama saja. Kaidah 6 bulan itu semisal tamu bulanan, ia datang teratur, seperti punya jadwal tersendiri. Ia menembus permukaan tipis kulit ari, lalu duduk diam disana, semacam betah berlama-lama.
Dan aku selalu saja terlambat menyadari bahwa ia telah mengunjungiku untuk semester ini. Maka kalang kabutlah aku kemudian mencari botol-botol berisi air asam penuh khasiat, meneguknya habis. Lalu disinilah aku, bersuara layaknya orang yang kebanyakan mengunyah cabai sambil mengetik tentang kaidah 6 bulan.
0 komentar:
Posting Komentar